05 Juni 2012

Nafsulah Saya!

--------------

Aku adalah nafsu dan nafsu adalah aku
Pengibadah senja, Perokok paruh waktu
Penulis naskah hampa, pembaca doa di altar surga
Kritikus sunyi, pengudara kertas, dan penganut kemunduran
Penghindar dosa dan perampok dosa, itulah aku

--------------

"Aku adalah nafsu dan nafsu adalah aku"

Dua arah berlawanan, aku adalah nafsu adalah saat dimana saya bisa mengendalikan nafsu. Atas segala keinginan, atas segala kekinian dan atas segala yang tidak dikehendakiNya. Dan Nafsu adalah aku, saat terberat yang justru sering hadir dalam cerita tujuh belas tahun hidup saya. Saya mulai terbawa arus kekinian, kebarat-baratan, dan semacam budak dari segala yang baru saat ini.

"Pengibadah senja, perokok paruh waktu"

Bukan dalam makna sebenarnya, saya yang sok-sokan bisa nulis pake bahasa lain ini menggambarkan diri saya sebagai pengibadah senja. Ya, saya adalah pengibadah. Tapi dimanakah letak ibadah saya? ikhlas saya? dan dampak yang terjadi dalam hidup saya? Ini adalah potret 'kegagalan' saya dalam mengurus diri saya sendiri. Dan itulah yang saya anggap 'senja', dengan segala redupnya dan terangnya. Ada kalanya saya merasa sangat menikmati pengabdian saya, ada kalanya saya sangat tertekan dengan ibadah saya dan ini adalah dampak dari pengendalian nafsu saya diatas sebelumnya.

Saatnya perokok paruh waktu. Dalam agama saya, di dalam ajaran agama Islam merokok adalah hal yang dihukumi 'makruh', yaitu dibenci. Siapa yang membenci? Tuhan pastinya. Ya. Ini adalah saat dimana saya terkadang menjadikan diri saya 'dibenci' oleh-Nya. Ya, saya sendirilah penyebabnya. Dan konyolnya lagi saya memang benar-benar addict terhadap semua itu. Haah..

"Penulis naskah hampa, pembaca doa di altar surga"

Menulis identik dengan belajar atau bercerita. bagian ini adalah cerita saya yang 'nggak' banget. Suer, saya hanya bisa cerita apapun persoalan hidup saya kepada orang lain maksimal 40 persen. Bahkan untuk orang terdekat dengan saya. Sisannya? Gak tau kemana. Inilah yang saya anggap sebagai penulis naskah hampa. Ya, benar-benar hampa.

Pembaca doa di Altar surga adalah sebuah gambaran tentang saya, sisi lain dari diri saya yang alpa akan rasa syukur kepada dia yang MAHAOKE. Bahasa umumnya, dikasih hati minta jantung. Ya. Pembaca doa, adalah saya yang berharap dan terus berharap. Di altar surga, atau sebut saja ketika telah berada di posisi yang nyaman. Naluri dan nafsu, ambisi yang terkotak-kotaklah penyebab semua ini. Dan ini tentang saya.

"Kritikus Sunyi, pengudara kertas, dan penganut kemunduran"

Jujur. saya adalah orang yang suka mengeluh (jika memang perlu dikeluhkan). Suka mengkritik, tapi malah jadi bahan pembicaraan untuk saling menjatuhkan. Entahlah, sepertinya bukan hanya saya yang seperti ini. Pengudara kertas. Saya lebih suka bercerita lewat kertas, lewat gambar, lewat dunia digital, lewat karya. Terserah orang lain akan mendefinisikan itu seperti apa, terserah mau ditafsirkan berdasarkan apa. Yang jelas saya sudah bisa mengurangi beban berat dalam otak yang sepertinya akan terus menggelayuti hingga waktunya tiba nanti.

Penganut kemunduran dapat diartikan menjadi dua. Pertama adalah saya memang pengagum sejarah, belajar dari belakang untuk menemukan jalan kedepan yang lebih tepat (bukan benar, karena kebenaran hanya milik dia yang MAHAOKE). Juga dapat disebut sebagai pengikut kemunduran zaman. Dimana saat ini banyak sekali "Tuhan". Laiknya zaman jahiliyah dulu. Orang dulu percaya akan adanya Tuhan yang MAHAOKE. Tapi mereka tetap memuja berhala-berhalanya. Tanpa kita sadari memang (terutama saya), kita percaya akan Tuhan diatas sana. Namun kenyataannya kita lebih memilih mode sebagai sesembahan kita, lebih mengencangkan volume TV daripada mendengarkan adzan dari mushola yang jaraknya hanya sekitar 25 meter. Tanpa saya sadari, dan tanpa kamu sadari. Berulang kali kita menduakan-Nya.

"Penghindar Dosa dan Perampok Dosa, Itulah Aku"

Menghindari tapi melakukan. Entah mau kau sebut apa itu nanti. Ada kalanya iman kita sangat tinggi, sangat taat, dan sangat disiplin dan ikhlas dalam beribadah dan mengabdi pada-Nya. Disaat itulah kita sebisa mungkin menghindari dosa. Dan ketika kita sedang terpuruk, iman kita sedang down, ibadah ogah-ogahan. Secara tidak langsung kita telah merampok dosa. Tapi yang lebih penting, Lingkungan adalah sumber dari penghindar dan perampok. Jika lingkungan kita baik, orang-orang baik dan memiliki dedikasi tinggi dalam pengabdiannya kita tidak lagi menghindar dari dosa. Bahkan bisa dikatakan terhindar. Tapi jika lingkungan kita adalah lingkungan yang buruk. Bagaimanapun kita menghindari dosa/kesalahan yang datang beriring, pasti terampok juga. Entah itu dari telinga, mata dan lainnya.



-Catatan ini bukanlah sebuah keputus asaan saya, namun merupakan sebuah koreksi dalam hidup saya. Apa yang sudah saya perbuat dalam 17 tahun hidup saya. Dan bukan hanya saya yang mungkin merasa menjadi seperti ini, mungkin anda juga merasakan apa yang saya rasakan. Semoga menjadi jalan pembuka untuk bagian hidup selanjutnya-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar